BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangSebagai umat islam, dalam kehidupan sehari-hari ada aturan yang mengatur segala aktivitas kita. Semua ada batasan-batasan tertentu dan aturan-aturan menjalankannya. Dan semua aturan dan batasan hukum yang mengatur umat islam didasarkan pada al Qur’an dan al Hadits. Tetapi permasalahannya terletak pada permasalahan manusia yang sangat komplek dan banyak peristiwa yang terjadi dalam kehidupan yang tak terdapat nashnya dalam al Qur’an maupun al Hadits. Dulu ketika pada masa Rosululloh semua permasalahan yang timbul mudah diatasi dan tidak ada perbedaan pendapat, karena ditanyakan langsung kepada Rosululloh. Tetapi dimasa sekarang, jikalau ada permasalahan yang timbul bahkan banyak sekali permasalahan yang timbul dan tidak kita temukan nash hukumnya dalam al Qur’an maupun al Hadits, disini para ulama’ mencari pendekatan yang sah, yaitu dengan ijtihad. Dan salah satu ijtihad itu dengan qiyas. Berangkat dari inilah dirasa penting untuk pembahasan mengenai tema Qiyas sebagaimana yang akan penulis jabarkan dalam makalah ini, karena penulis menimbang banyaknya permasalahan yang muncul di masyarakat yang nashnya tidak ditemukan dalam Qur’an dan Hadits. Dan penulis menganggap banyak permasalahan yang dapat ditemukan jawabannya dengan cara qiyas. Disini penulis membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan qiyas.
B. Rumusan Masalah 1. Definisi Qiyas 2. Dasar Hukum Qiyas 3. Rukun Qiyas 4. Syarat-Syarat Qiyas 5. Macam-Macam Qiyas
BAB II
PEMBAHASAN
8. Rukun Qiyas Dari pengertian qiyas yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur pokok (rukun) qiyas terdiri dari empat unsur sebagaimana berikut;
1. Ashal (asal) yaitu sesuatu yang dinashkan hukumnya yang menjadi ukuran/tempat penyerupakan (musyabbah bih = tempat penyerupakan).
2. Far’un (cabang) merupakan yang diukur (musyabbah = yang diserupakan).
3. ‘illat yaitu sifat yang menghubungkan ashal dan cabang.
4. Hukum, yaitu hukum yang dinashkan pada pokok yang kemudian akan menjadi hukum pula bagi cabang. 9. Syarat-Syarat Qiyas
1. Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat darinya. Maka, tidak dianggap qiyas apabila bertentangan dengan nash atau ijma’ ataupun perkataan shohabat jika kita mengatakan bahwa perkataan shohabat adalah hujjah. Dan qiyas yang bertentangan dengan apa yang telah disebutkan dinamakan sebagai anggapan yang rusak. Contoh bahwa wanita rosyidah (baligh, berakal, dan bisa mengurus diri sendiri) sah untuk menikahkan dirinya sendiri tanpa wali, diqiyaskan pada sahnya ia berjual beli tanpa wali. Ini adalah qiyas yang rusak karena menyelisihi nash, sebagaimana sabda Nabi, “tidak ada nikah kecuali dengan wali.”
2. Hukum ashl-nya tsabit (tetap) dengan nash atau ijma'. Jika hukum ashl-nya itu tetap dengan qiyas maka tidak sah mengqiyaskan dengannya, akan tetapi diqiyaskan dengan ashl yang pertama, karena kembali kepada ashl tersebut adalah lebih utama dan juga karena mengqiyaskan cabang kepada cabang lainnya yang dijadikan ashl kadang-kadang tidak shohih. Dan karena mengqiyaskan kepada cabang, kemudian mengqiyaskan cabang kepada ashl; menjadi panjang tanpa ada faidah. Contohnya : dikatakan riba berlaku pada jagung diqiyaskan dengan beras, dan berlaku pada beras diqiyaskan dengan gandum, qiyas yang seperti ini tidak benar, akan tetapi dikatakan berlaku riba pada jagung diqiyaskan dengan gandum, agar diqiyaskan kepada ashl yang tetap dengan nash.
10. Macam-Macam Qiyas Qiyas dibagi menjadi 3 macam Yaitu: Qiyas Illah, Qiyas Dalalah dan Qiyas Syabah. I. Qiyas Illah ialah mempersamakan soal cabang dengan soal pokok karena persamaan illahnya. Qiyas illah dibagi menjadi dua: yaitu qiyas Jali dan qiyas Khafi.
1. Qiyas Jali adalah qiyas yang illatnya baik di nashkan atau tidak di nashkan pemisah antara asal dengan cabang jelas tidak memberi pengaruh. Misalnya menghubungkan keharaman memukul ibu, bapak dengan mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hatinya dengan illat menahan gangguan daripada keduanya.
2. Qiyas Khafi adalah qiyas yang illat yang terdapat padanya diambil dari hukum asal (pokok). Misalnya, mengqiyaskan pembunuhan dengan benda yang berat kepada pembunuhan dengan benda yang ringan.
II. Qiyas Dalalah adalah sesuatu qiyas yang menunjuki kepada hukum berdasarkan dalil illat, atau mempertemukan pokok dengan cabang berdasarkan dalil illat. Misalnya, menqiyaskan harta anak kecil dalam perkara wajibnya zakat kepada harta orang besar, atas dasar sama-sama harta yang baik. Atau umpamanya mengqiyaskan nabiz kepada khamar/arak dengan dasar kedua-duanya mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman yang memabukkan.
III. Qiyas Syabah adalah Qiyas yang menjadi (sebab illat) yang mempertemukan antara cabang dengan pokok hanylah penyerupaan semata-mata. Misalnya, seorang budak apabila merusakkan sesuatu, maka ia didalam membayar dhaman, bolak balik antara manusia merdeka, karena ia seorang manusia (anak Adam) dan antara binatang, karena ia dipandang harta. Dan ia lebih banyak serupa dengan harta daripada serupa dengan orang merdeka dengan dalil dia itu dapat dijual. Namun Qiyas yang seperti ini ditolak oleh para Muhaqiqin.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Qiyas secara etimologi (bahasa) mempunyai arti, mengukur sesuatu dengan lainnya dan mempersamakannya. Sedangkan secara terminologi (istilah) mempunyai arti, ialah menetapkan suatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan suatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, disebabkan adanya persamaan diantara keduanya.
Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Hanya mereka berbeda pendapat tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar. Hanya sebagian kecil para ulama yang tidak membolehkan pemakaian qiyas sebagai dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzhab Dzahiri dan Madzhab Syi’ah. Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang membolehkannya sebagai dasar hujjah, ialah al-Qur’an dan al-Hadits dan perbuatan sahabat.
Sedangkan pada rukun-rukunnya terdapat empat macam;
1. Ashal (asal) yaitu sesuatu yang dinashkan hukumnya yang menjadi ukuran/tempat penyerupakan (musyabbah bih = tempat penyerupakan).2. Far’un (cabang) merupakan yang diukur (musyabbah = yang diserupakan).
3. ‘illat yaitu sifat yang menghubungkan ashal dan cabang.
4. Hukum, yaitu hukum yang dinashkan pada pokok yang kemudian akan menjadi hukum pula bagi cabang. Sedangkan pada macam-macamnya qiyas dibagi menjadi 3 macam Yaitu: Qiyas Illah, Qiyas Dalalah dan Qiyas Syabah.
DAFTAR PUSTAKA
Riva’I, Moh. Drs. 1993. Ushul Fiqh. Bandung: PT Alma’arif.
Umar, Muin. dkk. 1986. Ushul Fiqh 1.Jakarta: Departemen Agama.
Djazuli. 2000. Ushul Fiqih Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Hanafie, A. M.A. 2001. Usul Fiqh Jakarta: Bina Grafika
Madjid, Ahmad Abd. H. MA. 1994. Ushul Fiqih, Pasuruan: Garoeda Buana Indah.
Terimakasih penjelasan tentang qiyasnya.
BalasHapus