Sabtu, 12 Mei 2012

Syirkah dan Mudharabah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Patut kiranya kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang mana telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga, kami dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih jauh dari harapan. Sholawat dan salam mudah-mudahan tetap mengalir deras keharibaan baginda Rosul kita, Nabi Muhammad SAW. Yang telah mengangkis kita dari alam kejahiliaan manuju alam penuh dengan pendidikan dengan adanya agama Islam dan Iman.
 Pembuatan makalah ini sebenarnya melihat kondisi realitas sosial yang mana memang mengalami dekadensi. Sehingga, nilai-nilai dasar, hukum-hukum dari syirkah dan qirad ini tidak lagi dijadikan pedoman dalam merealisasikan usahanya. Dan ini tebukti dengan adanya kondisi masyarakat saat ini, yang lebih mementingkan kebutuhan atau kepentingan privat sehingga, dia meremehkan hak-hak orang lain.
 Tidak jarang kita dapatkan masyarakat sebenarnya dalam merealisasikan usahanya banyak yang tidak paham pada hukum-hukum syirkah dan qirad. Ironisnya, dia (masyarakat) tidak tahu yang dikatakan syirkah dan qirad itu sendiri. Ini menandakan bahwa, masyarakat sebenarnya didalam melakukan usahanya hanya sebatas asal-asalan saja dalam artian tidak paham apa yang dimaksud akat itu sendiri. Maka dari itu mudah-mudahan makalah ini memberikan pemahaman  atau memberikan penduan baginya dalam melakukan usahanya.
 Dalam hal ini, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah memberikan tugas bagi kami sehingga, kami dapat belajar dan tahu tentang syirkah dan qirad. Dan juga kepada teman-teman saya yang ikut andil dalam penyelesaian makalah ini mualai awal sampai akhir.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian syirkah (serikat) dan mudharobah (qirad)
2. Apa faedah dari serikat dan qirad.


BAB II
PEMBAHASAN

SYIRKAH (SERIKAT)
Menurut etimologi (bahasa), artinya “campur”. Sedangkan menurut terminologi (istilah), ialah tetapnya hak atas dasar memasukkan sesuatu yang satu untuk dua orang atau lebih.  Syirkah atau juga dikenal dengan sebutan serikat sebenarnya ada beberapa macam. Namun dalam pembahasan kali ini, penulis hanya memberikan bagian yang dianggap lebih penting dan berguna bagi pembaca. Diantaranya adalah ada syirkah inan dan syirkah kerja. Dan dalam hal ini, penulis akan mencoba menjabarkan dan menjelaskan kedua bagian syirkah tersebut sebagai mana berikut.
A. Syirkah Inan (serikat harta).
Syirkah inan adalah akad yang dilakukan dua orang atau lebih untuk berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan (tambahan), dan keuntungan itu untuk mereka yang berserikat.  Dalam hadits qudsi Allah juga mendukung bahkan menolong kemajuan perserikatan selama orang yang berserikat ikhlas. Tetapi apabila timbul pengkhianatan (kontradiksi) dalam perserikatan tersebut maka, Allah akan mencabut kemajuan perserikatan mereka. Dalam melakukan serikat ini, tidak semata menurut pendapat ataupun kesepakatan orang yang berserikat semata, melainkan diatur oleh hukum syari’at Islam. Karena dalam perserikatan ini, disamping ada kesepakatan juga ada syarat, rukun, dan lain sebagainya sebagaimana terterah di bawah ini.
Rukun serikat
 Ada sighatnya (lafadz akad).
 Ada orang yang berserikat.
 Ada pokok pekerjaannya.
Syarat Lafadz
Kalimat akad hendaklah mengandung arti izin untuk menjalankan barang perserikatan. Umpamanya salah seorang diantara keduanya berkata, “kita berserikat pada barang ini, dan saya izinkan engkau menjalankannya dengan jalan jual beli dan lainnya.” Jawab yang lain, “saya terima seperti apa yang engkau katakan itu.”  Jadi, diantara kedua belah pihak atau lebih dalam melakukan perserikatan ada semacam kesepakatan, yang mana merupakan syarat lafadz. Syarat lafadz ini tidak harus sama dengan kutipan contoh diatas, melainkan terserah pihak yang ingin berserikat asalkan ada persetujuan ataupun kesepakatan darinya.
Syarat Menjadi Anggota Perkongsian
 Berakal.
 Balig (berumur 15 Tahun atau lebih).
 Merdeka dan dengan kehendaknya sendiri (tidak dipaksa).
Syarat Modal Perkongsian
 Modal hendaklah berupa uang (emas atau perak) atau barang yang ditimbang atau ditakar, misalnya beras, gula, dan lain-lainnya.
 Dua barang modal itu hendaklah dicampur sebelum akad sehingga, antara kedua bagian barang itu tidak dapat dibedakan lagi. Modal dan kerja tidak harus sama. Tergantung orang yang melakukan serikat tersebut. Baik pihak pertama sedikit dan pihak kedua lebih banyak, hal ini tergantung mufakat (kesepakatan) orang yang melakukan serikat pada waktu melakukan akad. Dan ini juga berlaku untuk proses pengelolaannya (kerja), sekali lagi ini tergantung ke mufakatan kedua belah pihak.
Keuntungan Dan Kerugian
Setiap orang yang melakukan usaha tidak mesti berjalan lurus, dalam artian tidak menutup kemungkinan orang tersebut akan mengalami untung dan rugi dalam menjalankan usahanya, dan ini memang hukum alam yang tidak bisa dinegosiasi lagi. Nah, ini senada dengan yang dialami oleh syirkah. Dalam hal ini, ulama’ berbeda pendapat mengenai keuntungan dan kerugiannya, ada yang mesti menurut perbandingan modal. Misal, apabila orang pertama bermodal Rp 100.000, sedang yang lainnya hanya Rp 50.000, maka yang pertma mesti mendapat 2/3 dari jumlah keuntungan, dan yang kedua mendapat 1/3 nya. Dan ini juga berlaku dalam pembagian kerugian mesti menurut perbandingan modal masing-masing. Akan tetapi, sebagian pendapat ulama’ yang lain, tidak mesti sama menurut perbandingan modal, boleh berlebi-berkurang tergantung perjanjian atau kesepakatan antara keduanya waktu mendirikan perusahaan (perserikatan).
B. Syirkah Kerja (serikat kerja).
 Yang dimaksud serikat kerja ialah dua orang tenaga ahli atau lebih, bermufakat atas suatu pekerjaan supaya keduanya sama-sama mengerjakan pekerjaan itu. Penghasilan (upahnya) untuk mereka bersama menurut perjanjian antara mereka, baik keahlian keduanya sama atau berbeda. sedangkan penghasilannya, besarnya menurut perdamaian antara keduanya. Dan dianjurkan perbandingannya itu ditentukan sewaktu akad.
Hukum Syirkh (serikat)
Mengenai serikat yang pertama (serikat inan), para ulam’ bersepakat tentang sahnya. Hanya ada sedikit perbedaan yang tak terlalu bercorak. Sedangkan serikat yang kedua (serikat kerja) menurut mazhab Syafi’i tidak sah dan tidak boleh, tetapi mazhab yang berpendapat boleh dan sah. Akan tetapi kalau kita perhatikan, bagaimana perlunya masyarakat dan perseorangan pada perkongsian kerja ini, tentu kita akan sepaham dengan pendapat yang kedua.
Faedah Syirkah (serikat).
Sudah tentu, bahwa serikat memang menempati posisi yang urgen dalam kehidupan bermasyarakat. Karena perkongsian merupakan jalan yang cukup relevan untuk saat ini didalam kemajuan suatu bangsa. Disamping itu, juga dapat meneguhkan tali hubungan antara satu bangsa dengan bangsa lain, satu umat dengan umat lain. Tak jarang kita temukan pekerjaan yang penting dan sulit untuk dikerjakan oleh perseorangan serta tidak dapat dengan modal yang sedikit kecuali dengan kerjasama (gotong royong).

MUTHOROBAH/QIRAD
Qiradl secara etimologi (bahasa) adalah berasal dari lafazh “qarlu” artinya ialah memutus. Sedangkan secara terminologi (istilah), adalah satu akat penyerahan harta yang dilakukan oleh pemiliknya kepada seseorang supaya memperdagangkan harta tersebut dan keuntungannya dibagi dua,  menurut perjanjian (kesepakatan) antara keduanya sewaktu akad.
Rukun Qirad
 Harta (modal), baik berupa uang atau lainnya. Keadaan modal hendaknya diketahui banyaknya.
 Pekerjaan, yaitu berdagang dan lainnya yang berhubungan dengan urusan perdagangan tersebut. Barang yang hendak diperdagangkan—begitu juga tempat—hendaknya ditentukan, hanya diserahkan saja kepada pekerja; barang apa dan di tempat manapun bisa, asal menurut pandangannya ada harapan untuk mendapat keuntungan.
 Keuntungan, banyaknya keuntungan untuk pekerja hendaklah ditentukan sewaktu akad, misal seperdua atau sepertiga dan lain sebagainya dari keuntungan.
 Yang punya modal dan yang bekerja, keduanya hendaklah orang beraqal dan sudah balig (berumur 5 tahun) atau lebih dan juga bukan orang yang dipaksa.
Sedangkan hukum Qirad sendiri adalah boleh dari dua arah. Maka dari masing-masing pemilik modal dan orang yang mengerjakan boleh membatalkannya.
CARA KERJA
pekerja hendaknya ikhlas, tidak boleh mengutangkan barang, tidak boleh membawa barang, tidak boleh membelanjakan uang qirad untuk kepentingan pribadi maupun untuk sedekah kecuali dengan izin yang punya modal. Disamping itu, pekerja hendaknya jujur, agar Si pemodal dapat mempercayainya baik Si pekerja mengatakan tidak mendapatkan keuntungan atau hanya memperoleh sedikit keuntungan, rugi sekalipun pasti Si pemodal akan mempercayainya. Karena pada dasarnya qirad adalah akad saling percaya. Maka apabila ada barang yang hilang, yang bekerja tidak wajib mengganti, kecuali karena kelalaiannya. Kerugian hendaklah ditutup (diganti) dengan keuntungan. Kalau masih juga rugi, kerugian tersebut hendaklah dipikul oleh yang punya modal sendiri, berarti pekerja dituntut mengganti kerugian.

BAB III
PENUTUP

A. kesimpulan
 Dengan serikat, ini akan mempermudah menguntungkan kedua belah pihak atau lebih. Disamping itu juga dapat mempererat tali silaturrahim sebagaimana yang dianjurkan oleh Rosulullah dalam kitab Riyadhu as-Salihin. Dan juga memberikan pelajaran betapa pentingnya tolong-menolong dalam Islam sebagaimana ditegaskan oleh hadits qudsi. Karena dengan serikat, ini akan membantu orang yang mempunyai sedikit modal dalam merealisasikan keinginan (cita-cita) nya yang dilatarbelakangi oleh kerjasama dengan orang yang mempunyai modal lebih.
 Qirad, ini juga mempunyai keuntungan yang hampir senada dengan yang terdapat dalam serikat, yang membedakan adalah ada pemodal dan ada pekerja. Hanya saja dalam qirad ini, pemodal benar-benar tidak fasih atupun mempunyai kesibukan yang lain sehingga, dia membutuhkan seorang pekerja yang fasih ataupun mampu dalam melakukan usahanya. Maka dengan qirad ini akan cukup membantu kedua belah pihak didalam mendapatkan keuntungan masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA
 Rasjid, H. Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. Bandung: Percetakan Sinar Baru Algensindo Offset.
 Bin Qasim Al-Ghazaly, Asy-syekh Muhammad. 1991. Terjemah Fathul Qorib. Surabaya: Al-Hidayah.
 Hiyadh, Abul. Fat-hul Mu’in. Surabaya: Al-Hidayah, tanpa tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

blogger templates | Habib Kerrong